JANGAN SIMPAN AMARAHMU SAMPAI MATAHARI TERBENAM

Efesus 4:17-32

Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan.”  (Amsal 15: 1-2)


Apakah kemarahan itu? Mengapa seseorang marah? Apakah yang menjadi penyebab timbulnya kemarahan?

Saudara, kemarahan adalah reaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang menyakitkan atau yang tidak sesuai dengan harapannya. Misalnya : dikecewakan, dikhianati, tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, diperlakukan dengan tidak sepantasnya, rasa tidak puas, disakiti dan sebagainya.

Setiap orang tidak dapat menghindari kemarahan. Sebab pengalaman yang menyakitkan itu tidak dapat dihindari oleh siapapun. Cepat atau lambat, semua orang akan menghadapi pengalaman menyakitkan dan terdorong untuk marah.

Efesus 4:17-32 yang telah kita baca bersama berbicara tentang ciri atau pelaku yang harus nampak dalam diri sesorang yang telah menjadi manusia baru di dalam Tuhan. Salah satu cirinya, kata Paulus, ialah “Apabila kamu menjadi marah, janganlah berbuat dosa; janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu.” Saudara apakah ini artinya kalau sudah ikut Tuhan tidak boleh marah? Bolehkah seorang kristen mengungkapkan kemarahannya

Efesus 4: 26 tidak melarang kita untuk menunjukkan atau memperlihatkan kemarahan. Perhatikan apa yang dikatakan Paulus, “apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa.” Jadi marah boleh saja. Yang menjadi masalah bukan marahnya itu sendiri, tetapi bagaimana ekspresi atau cara mengungkapkan dan motivasi kemarahan itu sendiri yang perlu diperhatikan.

Apa yang mendasari kemarahan kita dan cara kita mengungkapkan kemarahan itulah yang menentukan apakah kita berbuat dosa atau tidak.

Ada jenis kemarahan yang perlu diungkapkan agar dunia ini menjadi lebih baik, yaitu kemarahan yang didasarkan karena kita mengasihi dan bertujuan untuk mendidik.

Misalnya: Guru yang memarahi murid yang malas belajar, kemarahan seorang ibu terhadap yang nakal luar biasa dan lain sebagainya.

Tuhan Yesus sendiri pernah marah. Marah terhadap orang Farisi dan Ahli Taurat yang berpikir munafik, iri dan dengki terhadap orang lain.

Meskipun demikian, dalam mengungkapkan kemarahan itu harus disampaikan dengan hati-hati. Karena hati manusia sangat sensitif.

Kemarahan yang tidak diinginkan oleh firman Tuhan adalah kemarahan yang didasarkan kepada dengki, kebencian, iri, kemarahan yang diungkapkan tanpa kendali serta kemarahan yang terus-menerus dipendam dalam hati.

Kemarahan yang tidak terkendali harus dihindari bahkan dibuang jauh-jauh. Seseorang akan menanggung banyak kerugian apabila ia tidak dapat mengendalikan amarahnya:

  1. Membawa akibat buruk bagi kesehatan secara fisik; karena menguras energi dan merusak organ-organ tubuh, misalnya: penyakit darah tinggi, jantung, stress yang berkepanjangan dan susah tidur.
  2. Berakibat buruk dalam pergaulan. Orang yang cepat marah cenderung menyendiri. Dan sebaliknya, siapa yang mau bergaul dengan orang yang pemarah. Kalau seseorang tidak mempunyai teman dekat dalam hidupnya mana mungkin ia dapat merasakan kebahagiaan.
  3. Menghilangkan kesempatan untuk memberikan kesaksian yang hidup. Dalam keadaan marah yang tidak terkendali tidak mungkin bagi kita untuk memuliakan Allah dan menjadi berkat.
  4. Memberi ruang bagi iblis untuk menguasasi orang yang marah-marah untuk melakukan perbuatan yang jahat. Oleh sebab itu, jika timbul perselisihan/pertikaian jangan dibiarkan berlarut-larut. Tapi segera diselesaikan dengan tuntas. Sebab semakin lama dibiarkan akan semakin pahit jadinya.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Salah satu ukuran keagungan atau kebesaran seseorang adalah kemampuannya untuk mengendalikan kemarahan.” Bagaimana kita dapat mengontrol/mengatasi kemarahan kita agar tidak jatuh dalam dosa? Ada beberapa cara yang umum dipergunakan, yaitu:

  1. Berdoa meminta Tuhan memampukan kita mengendalikan diri agar tidak jatuh dalam dosa pada saat kita marah. Berdoa akan memampukan kita untuk tenang sejenak, mendinginkan hati dan kepala agar bertindak dengan cermat.
  2. Tetap menguasai diri. Jangan sampai kita dikuasai oleh emosi kita. Berpikir dahulu sebelum bertindak. Seperti yang tertulis dalam Yakobus 1: 19-20, “Hai saudara-saudara…setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran dihadapan Allah.”
  3. Hindari kata-kata kasar tetapi gunakanlah kata-kata yang lembut dalam menyelesaikan masalah. Perkataan lemah lembut lebih mudah untuk didengar. “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. (Amsal 15: 1).
  4. Menunda kemarahan dengan berdiam diri. Dengan berlalunya waktu perasaan kita jadi tenang. Pada saat itu kita dapat mengungkapkan kemarahan kita dengan kata-kata yang lebih halus atau mungkin mengurungkan niat untuk marah.

Marah boleh saja. Marah tidak dosa. Tetapi yang perlu diingat ialah jangan kita terus-menerus memendam kemarahan kita. Dan biarlah kita tetap dapat menguasai diri pada saat kita marah. Sehingga tidak jatuh dalam dosa yang tidak kita inginkan. Amin.

Have a blessed Sunday,

Pdt. Jotje Hanri Karuh

Tentang blessedday4us

bertempat tinggal di Bandung
Pos ini dipublikasikan di Khotbah Minggu dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar